Minggu, 24 Juni 2012

Senja yang Tidak Mereka Lihat



Seandainya cinta saja yang mengambang di udara
yang membagkiti listrik menerangi rumah-rumah di sepenjuru kota ini,
kita tidak perlu mati bergiliran,
dan orang-orang hanya akan berlari-larian saja di luar sini,
berbaring terlentang menghadap langit merah jambu bak gulali
yang dulu selalu kau bawa untuk kukulum dengan cepat,
di senja yang terjadi hanya saat ini saja, sayang?

Tak ada lagi yang kita miliki yang mampu merantai tubuh yang ringan ini
untuk melayang-layang di udara,
mengganti warna langit dengan rona di pipimu yang merekah 

akibat berjemur seharian memperjuangkan apa yang kau sangka milik kita selamanya?
Saat ini aku merasa begitu bebas, sayang.
Sepetak rumah di kolong gelap,
beratap seng yang karatnya jingga membarakan cinta kita di sore-sore dulu,
yang berayun-ayun ditiup angin hujan badai yang hanya membuatmu mendekapku lebih erat
di malam-malam kita mengucap seribu mimpi,
jembatan itu hanyalah terlihat sehelai debu saja di atas sini, sayang...

Tidakkah kita lebih beruntung?
Cinta mereka terkurung di ruang-ruang kaca.
Mengapa memuja dingin jika hangat saja dapat mereka peroleh di luar sini?

Kota ini tak mampu merampas senja merah jambu
hamparan milik kita yang abadi.
Hanya karena mereka tidak melihatnya...
Dan sekalipun mereka iri dan serakah lalu mencungkil mata kita agar dapat melihatnya,
mereka tak akan bisa.

Listrik hanya mengirim dingin sedingin-dinginnya ke rumah-rumah itu, sayang.

 Maka cepatlah berbaringlah di sampingku ini, sayang.
Tataplah langit merah jambu
Oo...
begitu bahagianya aku,
sehingga mati saja aku mampu...
Cepatlah berbaring di sini, sayang...
seandainya kita beruntung,
roda besi yang meratakan istana kita itu tak melihat kita juga...


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar